0
Saturday 5 August 2017 - 20:45

Soal Pengelolaan Dana Haji, RI Ketinggalan 54 Tahun dari Malaysia

Story Code : 658800
Soal Pengelolaan Dana Haji, RI Ketinggalan 54 Tahun dari Malaysia (detikFinance)
Soal Pengelolaan Dana Haji, RI Ketinggalan 54 Tahun dari Malaysia (detikFinance)
Indonesia baru saja memiliki badan pengelola keuangan haji (BPKH). Presiden Joko Widodo baru saja melantik dewan pengawas pada Rabu (26/7/2017).

Ketua Dewan Pengawas BPKH Yuslam Fauzi mengatakan dalam pengelolaan dana haji, Indonesia ketinggalan 54 tahun dari Malaysia.

"Malaysia sudah mendirikan Lembaga Tabung Haji Malaysia (LTHM) sejak 1963 kita sudah ketinggalan sekitar 50 tahun," kata Yuslam dalam forum diskusi Medan Merdeka Barat 9, di Jakarta, Sabtu (5/8/2017), menukil laporan finance.detik.

Dia mengatakan dalam laporan tahunan LTHM 2015 mencatat aset bersih sebesar 59,5 miliar ringgit atau sekitar Rp 180 triliun. Sedangkan hasil keuntungan investasi mencapai Rp 8 triliun setiap tahunnya.

"LTHM berinvestasi dengan pembagian 50% untuk saham, 20% untuk real estate, 20% untuk investasi pendapatan tetap seperti deposito atau reksa dana dan 10% untuk instrumen pasar uang seperti obligasi," terang Yuslam.

Dengan pengelolaan yang baik maka bisa meringankan biaya penyelenggaraan ibadah haji, tabungan haji tersebut juga menjadi sumber pendapatan yang berkelanjutan melalui investasi di sektor strategis seperti properti, usaha perkebunan, konsesi dan pembangunan infrastruktur.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, mengatakan dana haji tidak akan digunakan atau dibelanjakan untuk pembangunan infrastruktur, melainkan diinvestasikan untuk manfaat dan return yang lebih besar baik bagi jemaah haji lndonesia, umat Islam, maupun negara.

Dia menjelaskan bahwa dana haji hanya akan diinvestasikan melalui instrumen yang tepat dan sesuai syariah.

Infrastruktur strategis dipilih sebagai salah satu kanal investasi mengingat potensi keuntungan yang lebih besar dibanding hanya menaruh dana di bank syariah, misalnya.

"Mengapa harus mengejar keuntungan sesuai syariah sebesar mungkin? Karena kita ingin lebih manusiawi, kita ingin haji-haji Indonesia yang sudah ikhlas menabung untuk membayar ongkos naik haji itu, bisa mendapatkan pelayanan yang maksimal, dari kualitas dan jarak penginapan dari Masjidil Haram, transportasi udara dan darat, segi kesehatannya hingga segi makanannya selama di Mekkah, agar ibadah para jemaah haji dapat dijalankan secara lebih khusyuk," ujar Bambang. [IT/Detik Finance]
Comment